MEDAN - Empat personel Sat Narkoba Polres Tobasa akan menjalani sidang
disiplin karena melakukan penganiayaan kepada Andi Pangaribuan (31) sehingga
tewas di dalam sel tahanan.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Helfi Assegaf
mengatakan, keempat personel polisi tersebut diduga terbukti melakukan
penganiayaan saat proses penangkapan terhadap korban yang berusaha melarikan
diri.
“Korban pada saat itu sudah ditangkap. Tetapi,
berusaha kabur kemudian petugas mengejar lalu menangkapnya dari belakang dan
terjatuh, kemudian anggota membantingnya ke tanah sehingga matanya bengkak,”
katanya, Minggu (6/12/2015).
Keempat personel itu dinilai bersalah karena lalai
dalam melaksanakan tugas. Sebab apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan
Standard Operasional Prosedur (SOP).
“Kesalahan anggota itu, ketika targetnya sudah
diamankan tetapi tidak mengikatnya agar target tidak kabur. Apakah dengan
mengikat kakinya, tangannya, tangan dengan kakinya, atau bahkan apa saja agar
targetnya tidak kabur,” terangnya.
Tetapi, keempat petugas itu justru lengah dan
lalai sehingga target berusaha kabur. Padahal, petugas tersebut berjumlah empat
orang, sementara targetnya hanya satu orang saja.
“Posisinya empat lawan satu, masa bisa kalah?
Itulah kesalahan anggota di lapangan, makanya akan disidang,” sebutnya.
Ditanya mengenai adanya penyiksaan yang dilakukan
empat personel tersebut sehingga ditemukan beberapa bekas luka seperti luka
tusuk di leher dan mulut berdarah, mantan Kasubbid PID Humas Mabes Polri ini
membantah.
Dia mengaku sebagaimana hasil pemeriksaan dokter
(Autopsi), korban tewas karena gagal bernafas akibat jeratan di lehernya.
“Hasil autopsi menyebutkan kalau korban gagal
bernafas sehingga tewas. Itu diketahui karena ada bekas luka jeratan di leher
korban. Sedangkan adanya bekas luka pukulan di matanya karena korban berduel
dengan petugas," ungkapnya.
Dijelaskan dia, dokter yang melakukan autopsi
kepada korban sebelumnya sudah disumpah, sehingga jika dikemudian hari
ditemukan adanya kebohongan, maka dokter tersebut dapat dipidana sebagaimana
diatur dalam Undang-undang (UU).
“Sebelum melakukan pekerjaanya dokter itu
disumpah, sehingga kalau dia (Dokter) memberikan hasil kebohongan, maka dia
akan dipidana sebagaimana diatur dalam UU,” jelasnya.
Terpisah, Kapolres Tobasa AKBP Jidin Siagian
mengaku, dirinya tidak bersalah dalam kasus itu. Tetapi anggotanya yang
melakukan pelanggaran akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.
“Saya tidak takut karena tidak bersalah. Kalau
anggota yang berbuat salah, maka akan diproses secara hukum,” tegasnya.
Menurut Jidin, sebagai bukti kalau dia tidak
bersalah adalah telah mendatangi rumah korban sebanyak dua kali. Bahkan,
menurut dia bekas luka tusuk yang ada di leher korban itu adalah bekas suntikan
formalin.
“Bekas luka tusuk yang ada di leher korban itu
bekas suntikan formalin, jadi bukan karena ditusuk hingga tewas,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, seorang tahanan Satuan
Narkoba Polres Toba Samosir (Tobasa) ditemukan tewas dalam posisi leher terikat
kain, Jumat 6 November 2015, sehari setelah ditangkap polisi di Desa Sibidie,
Kecamatan Silaen, Kabupaten Tobasa.
Korban yang diketahui bernama Andi Pangaribuan
(31) warga Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa. Dia ditangkap
atas dugaan kepemilikan ganja. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan petugas
tidak menemukan ganja.
Dengan adanya kasus seperti ini membuktikan bahwa polisi
tersebut perlu ditanyakan profesionalismenya. Seorang polisi seharusnya memiliki sikap yang baik sehingga bisa mengharumkan namanya. Akan tetapi berbeda dengan kasus yang diatas. Hal ini bisa dilihat mereka para polisi lalai
dalam melaksanakan tugasnya.
Jika mereka memiliki profesionalisme yang tinggi, maka polisi
tersebut pasti mampu untuk mengamankan tahanannya dengan benar. Sehingga tahanan tidak akan bisa
melarikan diri. Apalagi jumlah mereka yang mencapai hingga 4 orang. Akan tetapi
mereka bahkan tidak mampu untuk mengamankan tahanan yang jumlahnya hanya satu
orang saja.
Polisi tersebut bahkan melakukan penganiayaan kepada tersangka
sehingga tersangka tewas. Hal ini membuktikan rendahnya kode etik yang dimiliki
keempat polisi tersebut. Dengan kode etik seperti itu, sehingga mereka mampu melakukan penganiayaan. Hal ini disebabkan oleh karena
ketidakmampuan mereka dalam menangani tersangka dengan bijak.