Rabu, 30 Maret 2016

Hal Ini Diyakini Dapat Hentikan Kasus Polisi Bunuh Istri


JAKARTA - Kasus pembunuhan yang dilakukan anggota polisi terhadap istri kembali terjadi. Kali ini adalah Anggota Obvit Polrestra Depok Bripka Triyono. Dia nekat menghabisi nyawa istrinya karena sering berselisih paham soal masalah rumah tangga.
Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan untuk mengatasi hal ini ada dua hal yang bisa dilakukan pertama harus ada kepedulian atasan untuk mencermati perilaku bahwahannya. Kedua adalah pembenahan dalam sistem rekruitmen di kepolisian.
"Kalau sudah ada perilaku yang menyimpang dari bawahannya dia harus dipanggil dan dikonseling, kemudian tidak boleh diizinkan memegang senjata dan jangan diizinkan tugas di lapangan. Lalu benahi rekruitmen di kepolisian sehingga orang orang secara psikis dan mental labil jangan diterima sebagai polisi," kata Neta di Kantor Kompolnas, Rabu (30/3/2016).
Menurut Neta, ke depan tekanan tugas polisi sangat berat. Kejahatan tambah marak dan gaji polisi tidak seimbang dengan kebutuhan hidup. Dengan adanya perbaikan dari sisi rekruitmen, maka Polri akan mendapatkan calon-calon polisi yang tangguh. Tekanan apapun, mereka bisa hadapi.
"Jangan seperti sekarang hanya ribut kemudian dia membunuh istrinya, kalau tidak membunuh orang dekatnya, atau dia bunuh diri, itu trennya sekarang," pungkasnya.

Dengan banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi yang dilakukan oleh anggota kepolisian membuat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian. Dengan terjadinya hal seperti ini diharapkan agar anggota kepolisian dapat diberikan konseling secara rutin seperti yang dikatakan oleh Ketua Presidium IPW. Hal ini dilakukan agar terbentuknya etika yang baik pada masing-masing anggota polisi. Dan juga ketatnya izin yang diberikan untuk membawa senjata diluar tugas lapangan, dengan demikian diharapkan tidak akan ada lagi berita yang melaporkan bahwa terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh anggota kepolisian, apalagi itu pada istri atau keluarga sendiri.
Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/03/30/338/1349304/hal-ini-diyakini-dapat-hentikan-kasus-polisi-bunuh-istri

4 Polisi Siksa Tahanan Hingga Tewas di Medan Apa Hukumannya?



MEDAN - Empat personel Sat Narkoba Polres Tobasa akan menjalani sidang disiplin karena melakukan penganiayaan kepada Andi Pangaribuan (31) sehingga tewas di dalam sel tahanan. 

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan, keempat personel polisi tersebut diduga terbukti melakukan penganiayaan saat proses penangkapan terhadap korban yang berusaha melarikan diri. 

“Korban pada saat itu sudah ditangkap. Tetapi, berusaha kabur kemudian petugas mengejar lalu menangkapnya dari belakang dan terjatuh, kemudian anggota membantingnya ke tanah sehingga matanya bengkak,” katanya, Minggu (6/12/2015).

Keempat personel itu dinilai bersalah karena lalai dalam melaksanakan tugas. Sebab apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan Standard Operasional Prosedur (SOP). 

“Kesalahan anggota itu, ketika targetnya sudah diamankan tetapi tidak mengikatnya agar target tidak kabur. Apakah dengan mengikat kakinya, tangannya, tangan dengan kakinya, atau bahkan apa saja agar targetnya tidak kabur,” terangnya. 

Tetapi, keempat petugas itu justru lengah dan lalai sehingga target berusaha kabur. Padahal, petugas tersebut berjumlah empat orang, sementara targetnya hanya satu orang saja. 

“Posisinya empat lawan satu, masa bisa kalah? Itulah kesalahan anggota di lapangan, makanya akan disidang,” sebutnya.

Ditanya mengenai adanya penyiksaan yang dilakukan empat personel tersebut sehingga ditemukan beberapa bekas luka seperti luka tusuk di leher dan mulut berdarah, mantan Kasubbid PID Humas Mabes Polri ini membantah. 

Dia mengaku sebagaimana hasil pemeriksaan dokter (Autopsi), korban tewas karena gagal bernafas akibat jeratan di lehernya.

“Hasil autopsi menyebutkan kalau korban gagal bernafas sehingga tewas. Itu diketahui karena ada bekas luka jeratan di leher korban. Sedangkan adanya bekas luka pukulan di matanya karena korban berduel dengan petugas," ungkapnya. 

Dijelaskan dia, dokter yang melakukan autopsi kepada korban sebelumnya sudah disumpah, sehingga jika dikemudian hari ditemukan adanya kebohongan, maka dokter tersebut dapat dipidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU).

“Sebelum melakukan pekerjaanya dokter itu disumpah, sehingga kalau dia (Dokter) memberikan hasil kebohongan, maka dia akan dipidana sebagaimana diatur dalam UU,” jelasnya.

Terpisah, Kapolres Tobasa AKBP Jidin Siagian mengaku, dirinya tidak bersalah dalam kasus itu. Tetapi anggotanya yang melakukan pelanggaran akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. 

“Saya tidak takut karena tidak bersalah. Kalau anggota yang berbuat salah, maka akan diproses secara hukum,” tegasnya. 

Menurut Jidin, sebagai bukti kalau dia tidak bersalah adalah telah mendatangi rumah korban sebanyak dua kali. Bahkan, menurut dia bekas luka tusuk yang ada di leher korban itu adalah bekas suntikan formalin. 

“Bekas luka tusuk yang ada di leher korban itu bekas suntikan formalin, jadi bukan karena ditusuk hingga tewas,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang tahanan Satuan Narkoba Polres Toba Samosir (Tobasa) ditemukan tewas dalam posisi leher terikat kain, Jumat 6 November 2015, sehari setelah ditangkap polisi di Desa Sibidie, Kecamatan Silaen, Kabupaten Tobasa.

Korban yang diketahui bernama Andi Pangaribuan (31) warga Desa Pintu Bosi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Tobasa. Dia ditangkap atas dugaan kepemilikan ganja. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan petugas tidak menemukan ganja.

Dengan adanya kasus seperti ini membuktikan bahwa polisi tersebut perlu ditanyakan profesionalismenya. Seorang polisi seharusnya memiliki sikap yang baik sehingga bisa mengharumkan namanya. Akan tetapi berbeda dengan kasus yang diatas. Hal ini bisa dilihat mereka para polisi lalai dalam melaksanakan tugasnya.

Jika mereka memiliki profesionalisme yang tinggi, maka polisi tersebut pasti mampu untuk mengamankan tahanannya dengan benar. Sehingga tahanan tidak akan bisa melarikan diri. Apalagi jumlah mereka yang mencapai hingga 4 orang. Akan tetapi mereka bahkan tidak mampu untuk mengamankan tahanan yang jumlahnya hanya satu orang saja.

Polisi tersebut bahkan melakukan penganiayaan kepada tersangka sehingga tersangka tewas. Hal ini membuktikan rendahnya kode etik yang dimiliki keempat polisi tersebut. Dengan kode etik seperti itu, sehingga mereka mampu melakukan penganiayaan. Hal ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan mereka dalam menangani tersangka dengan bijak.